Kamis, 28 Mei 2009

batu kuda

Batu Kuda
Wana wisata ini terletak pada ketinggian antara 1.150-1.300m dpl, konfigurasi lapangan umumnya bergelombang, kawasan ini mempunyai curah hujan 2.000mm/th dengan suhu udara antara 19-27C. Dengan luas 20ha, KPLH Bandung Utara, BKPH Manglayang Barat, RPH Ujung Berung, Kabupaten Bandung, Kecamatan Ujung Berung, Desa Cibiru Wetan.Wana wisata ini terdiri dari hutan tanaman campuan (pinus, kaliandra dan cemara). Sumber air yang ada berupa mata air yang saat ini dimanfaatkan untuk keperluan pengunjung dan masyarakat sekitar kawasan. Potensi didalam kawasan yang cukup menarik ini adalah hutan tanaman campuran dan hutan alam, batu kuda (batu yang mirip kuda), hutan pegunungan dan udara pegunungan yang sejuk.

Wana wisata ini digunakan untuk harian dengan kegiatan yang dapat dilakukan antara lain adalah mendaki gunung, piknik dan lintas alam. Sebagai obyek wisata Batu Kuda sudah lama dikenal orang. Paling tidak oleh penduduk Bandung Timur yang sebelumnya mengenal Batu Kuda sebagai tempat untuk mencari kayu bakar. Konon akibat penebangan liar hutan disekitar Batu kuda yang dulu lebar kini tinggal kenangan. Bahkan penebangan hutan yang serampangan itu, wilayah Ujung Berung kini masih sering terendam air akibat banjir bendang dari kaki gunung Manglayang. Untunglah pihak Perhutani segera mengelola hutan-hutan disitu. Untuk tindakan pengaman, sejumlah polisi hutan dilibatkannya. Jadilah akhirnya batu kuda sebagai obyek wisata yang untuk umum baru dibuka sekitar tahun 1987.

Menurut penduduk setempat, gunung Manglayang pada zaman dahulu merupakan tempat bertapanya Eyang Layang Kusumah (istrinya). Manglayang merupakan tempat persinggahan kedua Eyang itu yang tidak diketahui asal dan tujuannya. Mereka selalu beristirahat dan bertapa serta memandikan kuda yang dapat terbang dan sakti, penduduk menyebutnya Kuda Semprani-digedogan (tempat pemandian kuda).

Manglayang menyimpan banyak hal historis tentang batu-batuan besar diantaranya yang menurut penduduk setempat didiami para karuhun (leluhur). Dibatu-batuan inilah, berbagai sesaji disimpan untuk persembahan: Sebagai rasa hormat kepada karuhun mereka. Batu-batuan itu diantaranya bernama batu kuda yang mempunyai bentuk seekor kuda yang sedang duduk.

Penduduk memitoskan dan mengutuskan Batu kuda sebagai jelmaan kuda semprani yang digunakan Eyang Layang Kusumah dan istrinya. Pada tahun 50an sebelum terjadi longsor kedua. Gunung Manglayang sangat angker. Penduduk tidak berani mendekati apalagi memegang tempat yang memiliki nilai historis, diantaranya batu kuda.

Suatu hari ada seseorang yang tidak menghargai adat istiadat setempat. Dia malah manaiki dan tidur diatas Batu Kuda. Ketika pulang orang tersebut mengalami penyakit yang sukar disembuhkan. Penyakit tersebut hanya dapat disembuhkan jika dia kembali ke Gunung Manglayang dan meminta maaf, melalu kuncen (perantara).

Nilai hisoris lainnya juga terlihat pada longsor kedua tahun 1976. Suatu hal yang sulit terbaca logika. Batu kuda yang mempunyai volume 500 meter kubik dapat menahan longsor yang tekanan dan jumlah tanahnya lebih besar sehingga daerah Cikoneng yang berada dibawah batu tersebut tidak terkena longsor.

Batu-batuan diantaranya bernama Batu Tumpeng, Batu Leuit, Batu Semar, Batu Keraton, Batu Ampar, Batu Korsi dan Batu Lamunan, Batu Pasir Jirak, Pasir Kitumbak, curug kecapi, curug Cilengkrang dan curug pamujaan. Dibatu-batuan dan tempat itulah acapkali digunakan sebagai tempat pemujaan dan sesaji.

Fasilitas wisata yang disediakan guna memberi kenyamanan dan kepuasan bagi pengunjung antara lain adalah papan petunjuk, loket karcis, jalan setapak, MCK, instalasi air, bangku, shelter dan pemnadu wisata keramat (juru kunci)

Wana wisata ini dapat dicapai dari Kecamatan Ujung Berung (9km) Cicadas (13km) Cicalengka (13km) dan dari Kabupaten/Kodya Bandung (20km) Garut (50km). Kondisi jalan umumnya beraspal dan baik sehingga dapat dilalui oleh kendaraan roda dua maupun empat. Sarana transportasi umum yang ada berupa motor ojek dan colt carteran.


Warung Cidaweung (Moko Daweung)




Dari padasuka keatas pun ada sebuah cafe yang bernama Warung Cidaweung.Kafe yang terletak di ketinggian 800 meter di atas permukaan laut ini. cafe ini terletak didataran paling tinggi di kota Bandung. dan tempatnya pun paling ujung. Di cafe ini menawarkan cemilan dan minuman untuk menemani pengunjung sambil bersantai dan menikmati indahnya kota Bandung dari ketinggian.

Warung Cidaweung artinya adalah, warung untuk melamun sambil menikmati pemandangan kota Bandung dan nikmatnya merasakan buaian angin segar. Cemilan seperti mie, gorengan dan makanan berat seperti nasi timbel semakin menambah nikmatnya melamun sambil mendengar alunan nada daun-daun bergoyang, yang berasal dari hutan pinus yang terletak tak jauh Warung Cidaweung ini.
Kafe yang berdiri dari tahun 1999 ini juga menawarkan harga yang 'manusiawi'. "Harga untuk makan dan cemilan berkisar dari Rp 4 ribu hingga Rp 20 ribu. Untuk minuman berkisar dari Rp 2 ribu hingga 10 ribu

Langit terlihat semakin gelap pertanda malam akan datang. Lampu-lampu di kota Bandung nampak menyala seakan membentuk garis lurus. Bintang-bintang di angkasa pun terlihat mulai menampakkan diri.